Ayah Sang Pendidik

Di sebuah restoran terpampang sebuah lukisan yang begitu indah, ada seorang anak yang bertanya kepada ayahnya: Ayah, lukisan ini bagus banget, pasti pelukisnya hebat ya. Iya, jawab sang ayah. Tapi nak, ada yang lebih hebat dari itu, yang menciptakan si pelukis, yaitu Allah, sang ayah melanjutkan.

Kisah kecil ini merupakan dialog wajar antara anak dan ayahnya. Namun bagaimana kisah sederhana ini membuat orang tua berupaya untuk memperkenalkan Allah dalam diri seorang anak semenjak dini, sejak masih kecil. Dengan begitu kita turut berkontribusi dalam proses tumbuh kembang anak yang kenal dengan Allah dan nabinya.

Menjadi kerisauan sebagai orang tua saat kurang maksimal dalam mengenalkan fondasi yang demikian. Apalagi ketika menyadari sebagai seorang ayah tak cukup hanya bisa mencari nafkah saja untuk anak-anak dan istrinya tapi juga mendidik anak sesuai zamannya. Istilah visionernya: menjadi ayah dengan pendidikan peradaban.

Mendidik anak maupun menjadi teladan bagi anak-anak tentunya menjadi kerisauan setiap orang tua. Sebagai seorang muslim kita memiliki panduan khususnya dari Al Qur’an dan hadis. Bila kita membuka kitab-Nya, akan didapati nama Luqmanul Hakim yang seorang pendidik anak teladan.

Nama lain adalah Ibrahim Alaihi Salam yang juga seorang pendidik anak fenomenal. Nama lainnya adalah Imran, kemudian ada Yaqub, Zakaria, yang kesamaan dari segi gender adalah sama-sama laki-laki. Ini artinya tugas mendidik juga merupakan kewajiban dari sang Ayah, bukan hanya Ibu.

Bila direnungkan lagi dengan begitu banyaknya ayat-ayat Al Qur’an yang menunjukkan kalau sang pendidik adalah Ayah. Seorang Ayah adalah pemimpin, sosok yang ucapannya didengar, perilakunya ditiru, bahkan isi dompetnya bisa membuat seisi rumah taat kepadanya.

Ada 17 ayat dalam Al Qur’an tentang pendidikan anak dan ternyata 14-nya dilakoni oleh para Ayah sementara tiga dilakoni Ibu atau keduanya. Al Qur’an juga menyebut, seorang manusia yang ditanya di neraka tentang penyebab kedurhakaannya, yang lalu berkata: “Aku hanya mengikuti ayahku” sehingga membuat Allah murka. “Apakah engkau tetap akan ikuti ayahmu walau ia tak berakal dan tak berpengetahuan?”

Maka dari itu Ayah, didiklah anakmu karena engkaulah yang kelak akan mampu menjadikannya Yahudi, Nasrani, Majusi atau Muslim. Ayah didiklah anakmu, karena kelak engkaulah yang akan membahas tentang mengapa anak gadismu keluar tak menutup aurat.

Dan Ayah, banggalah dengan mandatmu karena lewat pendidikan engkau tak hanya menghasilkan anak-anak saleh dan salehah, tapi akan membentuk kader-kader peradaban. Bukan hanya melahirkan anak-anak tetapi juga menghasilkan yang akan menjadi pelanjut dinastimu, melanjut visi dan misi yang akan kau bangun dalam keluargamu. Karena engkau adalah Ayah, dan oleh karenanya engkau adalah pendidik peradaban.

Percayalah Ayah, tak ada yang sebaik Anda dalam mendidik iman, visi, individualitas, tanggung jawab, nyali, daya juang, jiwa tarung, kepemimpinan, kemandirian, negosiasi, pola pikir, hingga ketangguhan. Mari Ayah, didik anak-anak kita dengan baik.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *